Saat itu hujan gerimis, bertepatan dengan waktu magrib, ia sedang dalam perjalanan pulang kerumahnya. Ketika melintasi di tikungan pertama Ngade, ia mleihat ada sosok menyerupai anjing menyeberang jalan. Ketika melewati tikungan kedua, ia merasa sedang membonceng orang dan ada tangan yang memegang pinggangnya.
Cerita-cerita mistis tentu tidak asing bagi kita. Di Ternate, ada cerita menyeramkan mengenai tikungan Ngade. Kecelakaan selalu saja terjadi di kawasan tersebut, bahkan menelan korban jiwa. Kadangkala, banyak kecelakaan yang terjadi dianggap tidak wajar. Setidaknya, ada dua atau tiga kali kasus kecelakaan dalam setahun.
Banyak cerita yang dituturkan oleh masyarakat ketika melintasi tikungan Ngade,
terlebih pada malam hari, kerap mengalami hal-hal yang tidak wajar. Seperti
melihat sosok yang tiba-tiba melintas, suara-suara aneh, atau sesuatu yang
terjadi pada kendaraan kita. Suanggi, begitu sebutan umum bagi warga kota
Ternate.
Seperti
yang dituturkan oleh Al (27), seorang kawan, yang memiliki pengalaman
menyeramkan ketika melintasi tikungan Ngade. Saat itu hujan gerimis, bertepatan
dengan waktu magrib, ia sedang dalam perjalanan pulang kerumahnya. Ketika melintasi di tikungan pertama Ngade, ia mleihat ada sosok menyerupai anjing
menyeberang jalan. Ketika melewati tikungan kedua, ia merasa sedang membonceng orang
dan ada tangan yang memegang pinggangnya.
Al
kemudian mengisahkan kejadian serupa yang menimpa temannya.
Kejadiannya persis pada waktu dan tikungan yang sama. Saat itu temannya hendak
pulang dari kampus. Ketika melintasi tikungan, motornya tiba-tiba mati,
padahal motornya dalam kondisi baru dan baik-baik
saja. Saat turun dari motor, temannya melihat ada sosok yang duduk di sebuah
tangga dekat tikungan. Temannya pun lari ketakutan meninggalkan motornya
begitu saja dan meminta bantu pada warga sekitar.
Dua
dari banyak cerita soal kejadian-kejadian aneh di Ngade, sebenarnya susah
dinalar oleh akal sehat seperti diatas. Banyak dugaan orang-orang bahwa sosok
yang sering muncul pada tikungan Ngade adalah tuan tanah, penjaga, suanggi, iblis,
atau hantu.
Dari
cerita-cerita tersebut membuat saya penasaran dan berkunjung ke kelurahan
Ngade untuk mendengar cerita langsung dari warga sekitar.
Cerita dari Orang Ngade
Adalah
Haji Ibrahim Rakib, orang pertama yang kami tuju untuk menggali cerita soal
tikungan Ngade. Saat ditemui, bapak berusia 60 tahun ini menceritrakan bahwa dia
mulai menetap di Ngade sekitar tahun 1980an dan saat itu Ngade adalah wilayah
yang sangat rawan.
Di
dekat tikungan, dulunya ada sebuah pohon kayu
kambing, yang sangat besar. Ketika kita berjalan sendirian pada larut malam,
kadangkala kita menemukan seperti mobil atau motor lewat, tapi itu bukan
manusia.
“Orang pulang melaut
dulu dari laut biasanya membawa lampu strongkeng. Jadi ketika lewat disana, tiba-tiba
ada dari atas. Ada orang juga turun membawa lampu yang sama. Mereka menyerupai
(manusia). Atau kadang ada lampu yang digantung diatas pohon. Itu iblis.”
Haji
Ibrahim juga mengaku pernah mengalami sendiri kejadian seperti di atas. Saat
hendak pulang, ketika magrib, ia bertemu dengan seorang nenek di dekat
tikungan. Menurut cerita orang tua-tua bahwa nenek tersebut merupakan penunggu
di situ, namun tempatnya di dekat laut, bukan tepat di tikungan Ngade. Lebih
lanjut, sering ada sosok lain yang sering muncul pada waktu-waktu tertentu,
seperti waktu magrib, pada waktu matahari membelah bumi atau jam 1 siang dan
juga saat hujan-hujan gerimis.
Haji
Ibrahim lanjut bercerita,
“Dulu itu ada anak-anak sekolah mau pergi
kemping. Jadi mereka naik mobil truk beramai-ramai dan berhura-hura. Ketika
turun-turun tikungan Ngade, terjadi kecelakaan. Mobil mereka menabrak dinding
pembatas jalan. Saya lupa berapa korban waktu itu.”
Jadi
ketika melewati tempat-tempat seperti itu, disarankan untuk sililoa atau permisi dengan membunyikan
klakson. Bila perlu jangan dulu lewat pada waktu seperti di atas. Menurut
beliau, daerah yang rawan tidak hanya di tikungan Ngade, tetapi juga di
pertigaan depan masjid dan tanjakan dari Kalumata menuju Ngade.
Menurut
pengakuan warga, tempat-tempat yang disebutkan kerapkali terjadi kecelakaan dan
selalu memakan korban. Kalau tidak tewas, cacat permanen. Namun akhir-akhir
ini, di tikungan Ngade, kata beliau, hal seperti itu sudah kurang terjadi
semenjak lampu-lampu penerangan jalan ada. Akan tetapi kita selalu diingatkan
untuk mawas diri atau ikhtiar.
Dari
Haji Ibrahim, kami kemudian menemui Imam Mesjid, Haji Halil Djumadi. Cerita
yang berbeda yang kami dapat ketika bertandang ke rumah beliau yang tidak jauh
dari tikungan Ngade.
Sebelum
bercerita panjang lebar, beliau membenarkan bahwa daerah-daerah yang rawan,
selain tikungan Ngade, adalah tanjakan menuju Kota Janji (dari Kalumata menuju
Ngade). Warga kampung disini bercerita jika lewat di tempat-tempat tersebut
sering melihat bayangan-bayangan dan mebuat bulu nyawa berdiri. Meski demikian,
pak Imam mengaku belum pernah mengalami.
Pak
Imam kemudian menuturkan bahwa dulu moyang mereka berpesan bahwa itu merupakan
penjaga ketertiban kehidupan, sekalipun mereka adalah iblis.
“Kejadian-kejadian itu
kan terjadi pada waktu-waktu tertentu, seperti magrib yang merupakan waktu sholat.
Dan ketika waktu sholat ketika terdengar azan, itu iblis berlarian. Makanya
yang lewat di tempat-tempat seperti itu pas waktu sholat dan bertabrakan dengan
iblis, akhirnya terjadi kecelakaan dan lain-lain.”
Pak
Imam bercerita, sedari kecil selalu diingatkan untuk tidak berkeliaran waktu-waktu
tertentu. Baru disadari bahwa waktu-waktu itu adalah untuk kita ibadah dan mereka
itu sesungguhnya membuat agar kita manusia itu tertib.
Cerita Ngade : Kenyataan,
Pengalaman dan Ekspresi
Keberadaan
cerita-cerita mengenai tikungan di Ngade itu tidak terlepas bagaimana seseorang
memaknai itu berdasarkan pengalaman-pengalamannya. Bruner (1986) menggambarkan
bagaimana membedakan antara kenyataan (reality),
pengalaman (experience) dan ekspresi
(expression). Kenyataan adalah apapun
yang sebenarnya ada, sedangkan pengalaman adalah ketika kenyataan tersebut
hadir dalam kesadaran seorang diri manusia, dan ekspresi adalah bagaimana
menyikapi pengalaman tersebut diartikulasikan.
Mengaitkan
teori Bruner di atas, maka kenyataan yang dimaksud adalah keberadaan cerita
tentang tikungan di Ngade. Cerita ini lalu diintrepretasikan kedalam bentuk
narasi atau cerita kemudian diproduksi oleh informan berdasarkan cerita yang
didengarnya dan juga dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman semasa hidunya. Cerita
itu lalu diartikulasikan dalam bagaimana
menyikapi soal kejadian-kejadian pada cerita-cerita di atas, seperti perasaan
takut, was-was, ihtiar, dan sampai menghindari waktu-waktu serta tempat-tempat
yang dianggap seram.
Seanjutnya
Bruner menegaskan bahwa, makna ada di dalam pengalaman seseorang dan makna
tersebut membangun hubungan diantara pengalaman-pengalaman. Ini berarti bahwa
pengalaman yang berbeda dalam kejadian-kejadian akan berdampak pula pada
pemaknaan yang berbeda pula.
Fungsi dan Makna
Berdasarkan
pemaparan di atas, saya mencoba menarik kesimpulan mengenai fungsi-fungsi
ataupun pemaknaan dari perkembangan cerita soal tikungan Ngade. Fungsi-fungsi atau pemaknaan ini secara sadar atau tidak sadar,
oleh para informan maupun warga yang mempunyai cerita serupa, ternyata berperan
penting dalam konstruksi budaya dan daur kehidupan masyarakat.
Ada
beberapa fungsi yang saya catat, pertama adalah sebagai penebal emosi
kepercayaan atau keagamaan; keseluruhan informan menyatakan kepercayaan
terhadap makhluk-makhluk halus dan intinya mengacu pada eksistensi keberadaan
makhluk-makhluk halus yang ada di seputaran Ngade. Hal ini disebabkan manusia
yakin akan adanya makhluk-makhluk gaib yang menempati sekeliling tempat
tinggalnya.
Kedua,
sebagai alat pendidikan. Menurut saya, dalam berbagai cerita mengenai kejadian
di tikungan Ngade terdapat fungsi pendidikan, yaitu selalu ihtiar atau mawas diri ketika bepergian; selalu sililoa atau permisi ketika melewati
tempat-tempat tertentu; dan aturan agar kita tertib untuk tidak bepergian pada
tempat-tempat tertentu dalam waktu-waktu tertentu.
Yang
terakhir, sebagai pengesah suatu pranata. Keberadaan cerita-cerita mengenai
kejadian-kejadian tikungan Ngade disadari atau tidak, menjadi pranata suatu
kolektif. Maksudnya, adanya penguatan, pengesahan atau meng-iya-kan mengenai
ada sesuatu dibalik kejadian-kejadian di Ngade. Terlepas dari benar atau
tidaknya, cerita-cerita ini seolah
saling mempengaruhi dan saling menguatkan dan membuat orang makin yakin.
Mengacu
pada cerita-cerita dan kesimpulan saya di atas, hendaknya diambil positifnya. Jika kita bepergian pada tempat-tempat ternetu, perhatikan waktu, selalu
mawas diri dan jangan lupa selalu berdoa.
*artikel ini pernah saya kumpulkan sebagai tugas kuliah
Bahan bacaan :
Iskandarsyah,
M. 2010. Hantu Merah : Melihat Konstruksi
Budaya dan Telaah Fungsi Dalam Memaknai cerita Legenda Alam Gaib Kampus UIi.
Universitas Indonesia.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon