Mengunjungi Cak Munir

Andi Tuhuteru dan Saya berfoto dengan patung Munir di Omah Munir

Munir Said Thalib, lahir pada 8 Desember 1965, adalah seorang aktivis dan pejuang hak asasi manusia yang meninggal pada 7 September 2004. Ia diracun saat dalam penerbangan ke Amsterdam.

Walau telah meninggal, semangat cak Munir terus hidup sampai sekarang. Sosoknya menjadi ikon perjuangan HAM di Indonesia. Semangat, keberanian dan militansinya menjadi inspirasi bagi banyak kalangan, terutama para aktivis pembela hak asasi manusia.

Hari ketiga perjalanan Ziarah 4 Makam Tokoh Bangsa Desember kemarin, kami ke makam cak Munir.

Siang itu, kami berangkat dari rumahnya kak Mutia, tempat kami menginap di Malang, menuju Tempat Pemakaman Umum Sisir, Kota Batu. 

Sepanjang perjalanan, kami menikmati betul suasana kota Batu. Asrinya, indahnya, sejuknya dan juga macetnya. Sekitar sejam mengendarai motor, akhirnya sampai.


Ketika sampai, kami sempat bingung, sebab tempat pemakaman ini sangat luas. Area pemakaman ini sangat sepi dan sepertinya, kami satu-satunya kelompok peziarah siang itu.

Setelah menelusuri beberapa blok, akhirnya sampai. Tampak tidak ada yang beda, bentuknya seperti makan-makam lain. Namun siapa sangka, ini adalah makam seorang pejuang HAM Indonesia, yang namanya terus dikenang. Diprasasti tertulis Munir Said Thalib, Human Rights Activist.

Karena makam dipenuhi rerumputan liar dan daun kering, kami berempat turun tangan. Setelah itu, kami lakukan pembacaan doa dan tabur bunga. Bunga-bunga itu dipetik saat berjalan di aera pemakaman. 

Sesudah dari makan, kami berkunjung ke rumah Cak Munir yang jaraknya sekitar 4 km dari TPU. Terletak di Jalan Bukit Berbunga No. 2 RT 04 RW 07, Sidomulyo, Kota BatuRumahnya Cak, kini telah dijadikan sebagai museum Hak Asasi Manusia dengan nama Omah Munir. Museum ini adalah musem HAM pertama di Indonesia.

Omah Munir menyediakan beragam informasi terkati dengan sejarah dan perjuangan HAM sejak rezim otoriter Orde Baru hingga Reformasi. Terutama kisah-kisah perjuangan Munir sejak mengawali karir sebagai pengacara sampai dengan masa akhir hidupnya. Ragam koleksi pribadi Cak Munir juga tersedia. Dari sepatu, jaket hingga dokumen-dokumen pribadi beliau.

Salah satu tujuan dari Omah Munir agar Masyarakat luas dapat mempelajari nilai-nilai HAM universal dalam bahasa  yang mudah dipahami melalui sosok Munir sebagai orang yang mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan di Indonesia sesuai  dengan norma universal HAM.

Setelah puas keliling-keliling melihat seisi ruangan, kami beristirahat di kantin milik Omah Munir dan berdiskusi dengan mbak Heni, salah satu staff disana. Mbak Heni bercerita banyak soal Omah Munir.

Tak lama kemudian, kak Fatimah, seorang kawan alumni Sekolah Hak Asasi Manusia (SeHAMA) asal Malang, datang. Kami sudah janjian sebelumnya untuk ketemu disini.


Oh ya, kantin ini menyediakan kopi, snack hingga berbagai merchandise bertemakan perjuangan HAM yang bisa kita bawa pulang. Dengan membeli tentunya. Masa gratis. Jika anda membeli, anda telah ikut berdonasi untuk perawatan Omah Munir.

Ikut Aksi Kamisan Malang


Kebetulan hari itu adalah hari kamis. Oleh teman-teman pegiat Omah Munir, Kak Mutia, Mbak Heni dan Kak Fatima, kami diajak untuk ikut Aksi Kamisan Malang.

Setiap kamis, di beberapa kota diadakan Aksi Kamisan. Kamisan di Malang, sama seperti di Jakarta, sebagai bentuk perjuangan untuk melawan lupa atas kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia yang sampai detik ini belum terselesaikan. Salahsatunya kasus pembunuhan Munir.

Dalam Aksi Kamisan, payung hitam dipilih sebagai maskot yang merupakan simbol perlindungan dan keteguhan iman perjuangan. Payung merupakan pelindung fisik atas hujan dan terik matahari, dan warna hitam melambangkan keteguhan iman dalam mendambakan kekuatan dan perlindungan illahi dalam perjuangan.

Dari Omah Munir kami berenam menuju Balai Kota, tempat Kamisan diadakan. Setelah sampai, kami mempersiapkan atribut-atribut aksi, seperti payung hitam dan poster yang dibawa dari Omah Munir. Beberapa kawan-kawan pegiat dan aktivis lainnya bergabung.


Aksi diisi dengan beridiri diam menggunakan payung hitam, membentangkan poster dan membagikan selebaran kepada orang yang lewat. Diakhir aksi, seperti biasa, berdiri membentuk lingkaran untuk melakukan refleksi dengan orasi menggunakan megaphone.



****

Dalam catatan singkat perjalanan ini, Saya dan Andi mengucapkan banyak terima kasih kepada kawan-kawan yang sudah menjamu selama di Malang. Terlebih untuk Kawan Apul yang sudah menemani dari Kediri, @MuthiaRizqiqa@FatimahSuganda_socio, mbak Heni dan pengurus @OmahMunir yang telah memeberi tempat untuk beristirahat.


Semoga rangkaian perjalanan ini semakin menambah semangat dan keteguhan kita dalam ikut memperjuangkan hak asasi di Indonesia. Seperti Almarhum Munir.
Previous
Next Post »