Menjadi Burjois di Jogja



Hai kawan-kawan, apa kabar semuanya ?? Semoga kalian sehat, makin manis dan klimis. Saya ingin mengungkapkan perasaan rindu, rindu yang sangat rindu serindu-rindunya kepada segenap pembaca dan penjaga kebun siksakampus.com. Hampir sebulan ini siksakampus.com belum memasok lagi hasil panen kebunnya untuk pembaca sekalian.
Menurut beberapa penjaga kebun, telah terjadi gagal panen. Lebih tepatnya panen yang tertunda dan terjadi penurunan produktivitas kebun karena beberapa alasan. Alasan pertama adalah kurangnya asupan benih dan pupuk, pupuk-an cinta dan kasih sayang. Musim hujan adalah alasan kedua kami. Iya musim hujan, para penjaga kebun dihujani begitu banyak kesibukan-kesibukan – mulai dari tuntutuan kampus yang menyiksa maupun menyenangkan hingga mengurus rumah tanga – membuat kami begitu kuyup.
Alasan pertama di atas lah yang melatarbelakangi saya harus berhijrah ke Yogyakarta. Salah satu kota penyedia banyak benih plus pupuk. Benih dan pupuk pengetahuan, ide-ide dan gagasan yang saya cari di kota ini. Bukan pupuk-pupukan cinta dan kasih sayang yah. Walau dalam hati berdoa berharap terus mendapat pupuk yang ini juga. haha
Saat ini telah memasuki bulan ketiga saya di kota Jogja. Di Jogja, saya harus ngekost, sebab tidak ada panti asuhan yang akan menampung mahluk macam saya. Seperti anak kost pada umumnya, jauh dari kampung halaman, terutama rumah dan orang tua, membuat kita harus penuh perhitungan memanfaatkan kiriman biaya hidup dari orang tua.
“Berhemat-hematlah nak !” begitu lah kira-kira pesan orang tua.
Untung saja Jogja begitu istimewa, semuanya tersedia. Kita bisa dengan mudah menjumpai berbagai macam tempat makan serta menunya, mulai dari yang murah meriah, hingga yang mahalnya minta ampun – tempat makannya para borjuis.
Bagi saya, makanan adalah kunci utama untuk bertahan hidup, selain kamu, iya kamu. Oleh sebab itu saya ingin membahas salah satu tempat makan di kota ini.
Sebagai mahasiswa rantauan, tentu kita akan memilih tempat makan yang murah (dengan porsi banyak) untuk berhemat tentunya, sebagaimana pesan orang tua diatas. Begitu pula saya, yang pada akhirnya memilih menjadi seorang Burjois di kota ini.
“Lah kere, mana bisa jadi borjuis !”
Ssssttt, sabar dulu teman. Bukan borjuis tapi burjois. Iya Burjois, sebutan bagi para pelanggan warung makan burjo. Bagi teman-teman yang pernah merantau ke Jogja dan sekitarnya pasti tau dengan burjo.
Walau namanya warung makan burjo alias bubur kacang ijo, jarang untuk menemukan menu bubur kacang ijo di sana. Akan tetapi menu makanan yang ada di Burjo sangat beragam dan unik-unik. Menu-menunya sudah terpampang jelas di dinding warung burjo, mulai dari menu andalan saya-Nasi Telur, Magelangan, mie dok-dok, Intel atau indomie telur serta teman-temannya. Bahkan tante-tante pun masuk dalam daftar menu, maksudnya indomie tanpa telur, temansss.
Harga makanannya begitu murah dan tentu sangat sangat sangat bersahabat dengan isi kantong kita, kelas mahasiswa. Hal ini yang menyebabakan burjo kerap disatroni mahasiswa, dijadikan sebagai tempat makan andalan, nongkrong untuk ngopi, curhat tentang cinta, hingga berdiskusi soal berbagai macam masalah sosial kerakyatan. Di burjo pula pilihan tempat ketika saya ingin nonton televise. Maklum saya tidak punya tv di kos.
Burjo telah bertransformasi menjadi ruang sosial, dimana kita tidak hanya datang untuk mengisi perut, akan tetapi kita berinteraksi dengan orang-orang baru dari berbagai latar belakang sosial.
Saya sendiri suka berlama-lama disana, apalagi kalau satu meja dengan dedek-dedek gemesss. Ahaiiiii. Sungguh, saya sangat merekomendasikan bagi yang berstatus jomblo agar nongkrong di burjo, terutama yang letaknya di dekat kampus. Siapa tau bisa menemukan jodoh di sana. Amin.
Nah, bagi teman-teman yang ingin ke Jogja, selain melakukan kunjungan wisata ilmu pengetahun, jangan lupa untuk mampir ke burjo. Warung makan burjo ini mudah ditemui di setiap sudut kota Jogja. Sebagian besar burjo beroperasi 24 jam, berlomba menyaingi supermarket berjejaring milik para borjuis-borjuis itu. Warung burjo biasanya bercat kuning muda dan memiliki embel-embel spanduk berwarna merah kuning hijau, yoimaaannn.. Disana anda akan dilayani secara ramah oleh “AA” dan “Teteh”, sapaan untuk penjaga burjo laki-laki dan perempuan, yang rata-rata berasal dari Sunda.
Bagi teman-teman mahasiswa di Jogja, siapa pun kamu, kaya maupun kere, jomblo maupun lajang yang suka nongkrong di kafe-kafe mall, kfc maupun mc donal. Kurangi, bila perlu berhenti nongkrong di sana. Di sana akan membuat kamu semakin konsumtif dan individualis hingga menyebabkan kanker alias kantong kering. Terlebih untuk yang ngaku dirinya aktivis, tetapi tempat tongkrongnya di sana. Masa membicarakan ikhwal rakyat yang kelaparan di mall-mall.
Coba lah sekali-sekali nongkrong di burjo. Sekali lagi saya sarankan, khusus jomblo, agar hendaklah datangi burjo-burjo yang terletak di kawasan kampus. Niscaya kamu akan mendapat jodoh di sana. Jikalau kamu mau berusaha mblo. Mulailah menjadi burjois. Namun ini merupakan hak anda untuk menjadi seorang borjuis atau burjoism.

*Perdana tayang disini
Previous
Next Post »