Adlun kecil dan Soekarno


“Ado ngana ini bikin torang tidor tra tenang saja e”  sambutan mama ketika saya pulang ke rumah di kampung. Seminggu lebih setelah dibebaskan dari tahanan polisi. Berkepala plontos, tentu membuat mama bahagia, sebab mama lebih menyukai sa berambut rapi alias tidak gondrong seperti yang lalu-lalu.


Kami duduk di ruang tamu sore itu. Saya, mama dan papa. Setelah menanya-nanya kabar tentang kasus yang baru saja menimpa – oleh polisi kami dituduh menyebarkan ajaran komunisme karena hanya mengoleksi sejumlah buku-buku. Tentu mama pe hati susah dan sangat khawatir anaknya kembali berurusan dengan polisi, setelah sebelumnya harus dipenjara karena dituduh melakukan pencemaran nama baik pihak kepolisian hanya karena menyebarkan video dugaan suap Polantas di media sosial.

Sudah pasti saya menguatkan hati kedua orang tua dan meyakinkan mereka bahwa jalan perjuangan yang saya ambil adalah untuk kebenaran semata. Heheheh. Saya lanjut meyakinkan, dengan mencontohi perjuangan-perjuangan tokoh-tokoh terdahulu yang rela dipenjara, dibuang bahkan dibunuh.

Jangan kira mama pe hati so tenang dengan rasionalisasi saya diatas. Tetap saya mereka khawatir. “jangan talalu ekstrim-ekstrim tapi ee” ucap mereka.

Karena bercerita soal tokoh-toko perjuangan, Mama kemudian berkisah. Kala itu umur saya sekitar empat tahun, sebelum konflik horizontal di Maluku pecah. Kata Mama, saya mempunyai sebuah buku yang paling saya favoritkan. Bahkan ketika tidur pun saya selalu memeluknya.

Saya sendiri sudah lupa masa-masa itu. Tapi ingatan seorang mama akan masa kecil anaknya tak pernah ia lupakan. Sungguh luar biasa.

Buku bersampul putih dengan cover foto Soekarno beridiri tegak dengan tangan terangkat – entah melambai atau terkpal – itu pemberian dari Papa, yang dipinjam dari sekolah tempat ia mengbdikan diri sebagai guru. 

Sampai sekarang saya masih mencari-cari judul buku tersebut dengan ciri-ciri diatas. Mama lupa judul bukunya.

Walau belum bisa membaca kala itu, saya sangat semangat untuk mengetahui isi buku tersebut. Oleh mama saya sering dibacakan buku itu, baik sebelum tidur dan pada waktu senggang. Saya sangat mengidolakan  Soekarno, Mama bilang, sa jatuh cinta  pada sosok ini berawal dari cover buku tersebut. Ya, foto presiden pertama RI itu, Soekarno. Isi buku tersebut bercerita tentang perjuangan Soekarno hingga ia diasingkan dan tokoh-tokoh perjuangan lainnya yang dibuang hingga ke Boven Diguel. Kurang lebih begitu cerita Mama.

Adlun kecil pun bilang kepada mama, kelak suatu saat nanti ketika sudah besar, aku ingin berkunjung ke Diguel dan tempat-tempat lainnya dimana Soekarno diasingkan.

Soal keberadaan buku tersebut, mama bilang entah dimana. Sudah hilang ketika kita mengungsi saat konflik horizontal di Maluku terjadi.

Sekian***

(Jumat 27 mei 2016)
Previous
Next Post »